Petunjuk Fiqh Shaum Ramadhan

Disarikan dari kitab Majalisu Syahri Ramadhan Syeikh Al Utsaimin dan Kitab Fatawa Ramadhan, kumpulan ulama, Abu Muhammad Abdul Maqsud, Oleh Zein Abu Wafa’.
Keutamaan Shaum
1.  Telah mewajibkannya kepada semua ummat manusia, bahwa Allah berfirman :“Wahai  Orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu betaqwa.” (QS.2:183).

2.  Bersabda Rasulullah Saw.: Shaum pada bulan suci Ramadhan sebab diampuninya dosa dan dihapusnya kesalahan, Dari Abu Huraerah

“Barangsiapa yang shaum karena iman dan mengharap ridha Allah, dimaafkan baginya dosanya yang telah lampau.” (HR. Bukhari – Muslim)

3. Pahala shaum tidak terikat dengan jumlah tertentu, akan tetapi orang shaum pahalanya diberikan tanpa  batas, Rasulullah Saw bersabda:
“Setiap amalan Bani Adam baginya dilipat gandakan kebaikannya dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat kebaikan . Allah berfirman : Kecuali shaum, karena ia semisalnya,  adalah milik-Ku dan Akulah yang memberikan pahalanya ia meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena (perintah)Ku.” (HR. Muslim)

4. Shaum sebagai perisai. Dari Abu Hurairah bersabda : “Shaum adalah perisai, makar bahwa Rasulullah   apabila pada suatu hari salah seorang diantara kalian shaum, maka janganlah ia marah, jikalau ia dicacimaki oleh seseorang atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan : “Saya sedang Shaum.” (HR. Bukhari – Muslim).

5.  bersabda Rasulullah Saw.: Shaum dapat memberikan syafaat bagi yang melaksanakannya pada hari kiamat.
“Shaum dan Al-Qur’an akan memberikan syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat. Shaum akan berkata: Wahai Rabbku Aku telah melarangnya dari makanan dan syahwatnya maka berikanlah syafa’atku kepadanya…..” (HR. Ahmad).


Hukum Shaum Ramadhan
Shaum pada bulan suci ramadhan salah satu rukun Islam,Allah SWT berfirman:
”Wahai orang-orang beriman telah diwajibkan atas kalian shaum sebagaiman telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 183).

Semua kaum Muslimin sepakat bahwa hukum shaum pada bulan suci Ramadhan adalah wajib secara ijma’ qoth’i dan tidak ada seorangpun yang boleh untuk tidak mengetahui hukumnya, maka barangsiapa yang mengingkari akan kewajibannya sungguh ia telah kafir, dan diberi kesempatan untuk bertaubat, jika tidak mau untuk bertaubat dan tidak mau menyakini akan kewajibannya, maka ia dibunuh dalam keadaan kafir keluar dari Islam, tidak dimandikan, tidak dikafani, tidak dishalatkan, tidak dido’akan, dan tidak dikuburkan pada kuburan umat Islam.

Pembatal Shaum
1. Berjima’
2. Mengeluarkan air mani dengan sengaja, baik dengan sebab ciuman, sentuhan, onani atau sebab lain yang serupa.
3. Makan dan minum.
4. Sesuatu yang serupa dengan makan dan minum, seperti suntikan dan infus yang dapat menggantikan makan dan minum. Adapun suntikan yang tidak mengandung bahan makanan/minuman, maka hal tersebut tidak membatalkan shaum.
5. Mengeluarkan darah dengan cara Hijamah, (Hijamah ialah: suatu cara pengobatan tradisional dengan mengeluarkan darah yang kotor),
6. Memuntahkan makanan dengan sengaja.
7. Keluar darah haidl atau nifas.

Yang Dibolehkan dalam Shaum
A. Bercelak atau menggunakan tetes mata,
B. Mencicipi makanan dengan ujung lidah apabila tidak ditelan, demikian juga dengan mencium bau minyak wangi.
C. Berkumur atau membersihkan hidung dengan air, dengan syarat tidak berlebihan.
D. Bersiwak dan bergosok gigi selama pasta gigi yang digunakan tidak memiliki aroma dan rasa segar yang kuat.
b Menyegarkan atau mendinginkan suhu badan dengan air.

Klasifikasi manusia dalam Bulan Ramadhan:
1. Muslim, baligh berakal dan muqim yang terlepas dari larangan – larangan shaum. Maka diwajibkan atasnya shaum ramadhan tepat pada waktunya.

Adapun orang kafir, maka tidak diwajibkan atasnya berpuasa, dan tidak sah bila ia melakukannya, karena ia tidak memiliki syarat pokok diterimanya amal. Maka apabila ia masuk Islam di tengah – tengah bulan ramadhan, ia tidak diharuskan mengqodha hari yang telah lampau semasa ia dalam keadaan kafir.

2. Anak kecil, maka tidak diwajibkan atasnya shaum sehingga ia baligh.

3. Orang gila, yaitu orang yang kehilangan akal. Maka tidak diwajibkan atasnya shaum. Namun apabila ada orang yang gila suatu waktu, dan ia sadar pada waktu yang lain, maka diwajibkan atasnya shaum pada saat ia sadar, dan tidak diwajibkan saat ia hilang ingatan. Dan apabila ia mengalami hilang ingatan di tengah hari, tidak batal shaumnya sebagaimana jika ia pingsan karena sakit atau karena sebab lain, karena ia telah melakukan niat shaum dalam keadaan berakal dengan niat yang benar. Oleh sebab itu, dia tidak diharuskan mengqodha shaumnya pada hari tersebut. Dan apabila ia sadar di siang hari, ia diharuskan untuk imsak (menahan diri dari makan, minum dan jima’) karena ia telah masuk kembali menjadi orang mukallaf, namun tidak diwajibkan atasnya mengqodha hari tersebut, sebagaimana anak kecil apabila ia baligh atau orang kafir bila ia masuk Islam pada siang hari.

4. Manusia lanjut usia (MANULA) yang sudah pikun atau hilang ingatannya, maka tidak diwajibkan atasnya shaum dan juga tidak membayar fidyah, karena jatuhnya kewajiban dari dirinya dengan hilangnya akal maka ia seperti anak kecil yang belum mumayyiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk). Dan apabila ia sadar pada suatu waktu dan pikun pada waktu yang lain, maka hukumnya seperti hukum orang gila yang terkadang ia sadar (point 3).

5. Orang yang lemah secara terus menerus, seperti manula dan orang sakit yang tidak dapat disembuhkan. Maka tidak diwajibkan atas mereka shaum.

Akan tetapi diwajibkan atas mereka memberikan makanan kepada satu orang miskin pada setiap hari ramadhan yang dilanggarnya sebagai pengganti shaum, bagi setiap satu orang miskin 1 mud atau ¼ sha’ Nabawi atau ½ kilo, 10 gram beras atau makanan pokok lainnya yang baik, atau dengan cara memasak/menyiapkan makanan yang lezat, kemudian ia mengundang orang-orang miskin sejumlah hari bulan ramadhan yang ia tinggalkan.

6. Musafir (Orang yang bepergian), apabila safar yang dilakukan kurang lebih di atas 82 km (menurut pendapat yang rojih), dan bentuknya adalah safar tha’ah atau safar mubah dan bukan safar maksiat, maka diperbolehkan baginya berbuka.

7. Orang yang sakit yang dapat disembuhkan, maka dalam masalah ini ada tiga keadaan :
a. Orang yang sakit namun ia mampu untuk shaum, dan shaum tidak membahayakannya, maka tetap diwajibkan baginya shaum.
b. Orang yang sakit dan ia tidak mampu untuk shaum, padahal shaum tidak berbahaya bagi kesehatannya, maka ia diperbolehkan untuk berbuka.
c. Orang yang sakit, dan shaum dapat berbahaya bagi kesehatannya, maka diwajibkan baginya berbuka puasa dan tidak diperbolehkan baginya shaum.
8. Wanita yang sedang haidl atau nifas, maka ia tidak diwajibkan untuk shaum, dan tidak sah apabila ia melakukannya.

Apabila darah haidl keluar dari seorang wanita dan ia dalam keadaan shaum, walaupun sesaat lagi menjelang waktu maghrib, maka batallah shaumnya dan ia diharuskan mengqodha hari tersebut, keculai apabila shaumnya shaum sunnah maka mengqodhanyapun sunnah dan tidak wajib. Dan apabila darah haidl berhenti keluar pada waktu malam di bulan ramadhan, walaupun sesaat lagi menjelang fajar, maka wajib baginya shaum dan tidak ada alasan untuk berbuka, dan sah shaumnya saat itu walaupun ia belum mandi janabah kecuali setelah terbit fajar. Dan begitu juga halnya dengan wanita yang sedang nifas.

9. Wanita menyusui atau hamil dan ia khawatir jika ia shaum dapat mengganggu kesehatan anaknya. Maka wanita tersebut diperbolehkan untuk berbuka, dan ia diharuskan mengqodha dengan sejumlah hari yang ia tingalkan.

10. Orang perlu berbuka demi keselamatan orang lain yang maksum (terjaga) darahnya, seperti orang yang ingin menyelematkan seorang muslim yang tenggelam, atau orang muslim yang kebakaran, akan tetapi ia tidak bisa menolongnya kecuali apabila ia berbuka. Maka orang tersebut diperbolehkan untuk berbuka, karena hukum menyelamatkan seorang yang maksum darahnya adalah wajib, dan demikian juga halnya dengan orang yang sedang berjihad, karena saat itu ia sedang membela dan meninggikan Islam dan ummat Islam. Maka diwajibkan atas mereka mengqodha hari yang mereka tinggalkan tersebut.

Wallahu ta’ala a’lam

Alih bahasa :   Ustd.  Zezen Zainal Mursalin, Lc.
Diterbitksn Oleh :   مركز معاذ بن جبل للدعوة  بكينداري
ISLAMIC CENTER MU’ADZ BIN JABAL


0 komentar:

Posting Komentar