Mahasiswa Bahasa Indonesia: Teladan Baik Dalam Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar?

Banyak perguruan tinggi di berbagai provinsi di Indonesia ini yang membuka cabang ilmu Bahasa Indonesia, misalnya di Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara, dan masih banyak. Di dalam ilmu Bahasa Indonesia itu dipelajari berbagap macam aspek yang ada kaitannya dengan bahasa itu sendiri, seperti mempelajari struktur bahasa Indonesia, baik diri sisi fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik. Selain itu, juga dipelajari berbagai macam kaidah penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar, baik penggunaannya dalam tulisan maupun dalam lisan. Tentunya bagi orang yang masuk menuntut ilmu bahasa Indonesia itu (baca: mahasiswa)  seyogyanya dia memahami dan menguasai ilmu tersebut dan dapat diaplikasikan dalam masyarakat sehingga masyaraakt sadar dan mau    menggunakan bahasa yang baik dan benar tersebut. Akan tetapi, dalam realitasnya berbeda dari yang seyogyanya terjadi. Banyak dari mereka (baca:kita) yang seolah-olah tidak pernah mempelajari ilmu Bahasa Indonesia tersebut, sehingga aplikasinya pun tidak ada.

Seorang dosen pernah bercerita di sela-sela waktu perkuliahan kami waktu itu. Dosen itu bercerita bahwa ketika Ia sedang mengajarkan mata kuliah Bahasa Indonesia di salah satu universitas di negeri ini, beliau memberikan tugas kepada para mahasiswanya untuk mencari skripsi yang dibuat oleh mahasiswa Bahasa Indonesia, lalu menganalisis apakah dalam skripsi itu terdapat kesalahan penggunaan bahasa Indonesia. Setelah para mahasiswa itu menganalisis skripsi yang dibuat oleh mahasiswa Bahasa Indonesia tersebut, ternyata masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan  penulisan.  Selain itu, juga saat ujian skripsi oleh mahasiswa bahasa Indonesia, banyak terdapat kesalahan penulisan. Ketika ditanya mengapa banyak kesalahan, jawabannya (baca: alasannya) Cuma satu, yakni kesalahan dari tukang ketiknya. Padahal yang mengetik juga mahasiswa itu sendiri. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan di semua kalangan bahwa jika mahasiswa Bahasa Indonesia sendiri  masih salah dalam  penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bagaimana dengan mahasiswa yang bukan mahasiswa bahasa Indonesia atau pun masyarakat  luar yang kebanyakan awam dengan perkembangan bahasa Indonesia sekarang? Dengan perkataan lain, rasa pesimis itu muncul untuk mempelajari  bahasa Indonesia serta penggunaanya yang baik dan benar, baik dalam tulisan maupun lisan dikarenakan penuntut ilmu bahasa Indonesia itu sendiri saja yang tiap harinya mempelajari bahasa Indonesia itu dari segala aspek masih banyak yang salah, sehingga akhirnya akan terbawa pada kemalasan mempelajari Bahasa Indonesia. Jika masyarakat sudah malas mempelajari Bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka ini akan bisa berakibat fatal bagi kedudukan bahasa Indonesia kita sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara.  Lebih parahnya lagi, jika masyarakat Indonesia sudah berpindah ke bahasa lain. Coba bayangkan, semua ini terjadi karena kita sebagai penuntut ilmu bahasa  Indonesia tidak bisa mempertanggungjawabkan ilmu yang telah kita pelajari tersebut.

Siapa yang  Salah?
Pertama, kesalahan itu tentunya banyak dari individu mahasiswa itu sendiri. Penulis yang juga mahasiswa Bahasa Indonesia menyadari akan hal itu. Kesalahan itu tentunya karena  banyak dari mahasiswa-mahasiswa bahasa Indonesia yang tidak belajar  dari apa yang telah diajarkan oleh dosen. Ketika selesai kuliah, para mahasiswa sudah pulang ke rumah masing-masing, para mahasiswa tersebut tidak mengulang-ulang materi yang telah diberikan oleh dosen dalam proses perkuliahan. Dalam proses perkuliahan pun mereka tidak memperhatikan dengan baik apa yang dijelaskan oleh dosen di depan, sehingga mengakibatkan ilmu bahasa Indonesia yang diajarkan telah dilupakan oleh mahasiswa itu sendiri. Materi itu dibaca atau dipelajari kembali, jika musim  Ujian Tengah Semester atau Ujian Akhir Semester telah tiba. Sistem belajar  yang dilakukan mahasiswa pun menggunakan  SKS (Sistem Kebut Semalam), maksudnya mahasiswa mempelajari materi kuliah ketika besoknya akan diadakan ujian.  Jadi, materi dari pertemuan pertama sampai pertemuan kedelapan dipelajari dalam jangka  beberapa jam saja. Singkatan  UTS pun bukan lagi singkatan dari Ujian Tengah Semester, tapi singkatan dari Ujian Tidak Serius . Begitupun  dengan UAS bukan lagi singkatan Ujian Akhir Semester, tapi singkatan dari Ujian Agak Serius. Disinilah letak kesalahan besar dari mahasiswa.
Kesalahan lain, yaitu Sebagian besar mahasiswa bahasa kurang mandiri dan terlalu bergantung dengan dosen. Mereka cenderung tergantung dengan apa yang diajarkan dosen. Dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sri Rejeki Murtitiningsih MA  me-ngatakan bahwa selama ini guru atau dosen selalu dianggap sebagai sumber ilmu, sehingga mahasiswa seringkali hanya menerima dan mendengarkan ilmu yang diberikan oleh dosen maupun guru.  Menurut Sri Rejeki, kemandirian mahasiswa itu terkait dengan keaktifan mahasiswa dalam menunjang proses pembelajaran., misalnya dengan melakukan inisiatif untuk mengerjakan tugas-tugas selain yang telah diajarkan di kelas.  Oleh karena itu, kemandirian mahasissiswa dibutuhkan, khususnya mahasiswa Bahasa Indonesia (Republika.co.id)

Kedua,  pada dasarnya, kegagalan seorang siswa/mahasiswa dalam  mengaplikasikan ilmu yang ditekuninya, dalam hal ini ilmu Bahasa Indonesia merupakan kegagalan bagi seorang guru/dosen dalam  mengajarkan ilmu tersebut. Kepada para siswanya/mahasiswanya. Dengan perkataan lain, kesalahan tidak teraplikasinya ilmu Bahasa Indonesia dengan baik oleh para mahasiswa bahasa Indonesia itu sendiri, bukan hanya dari kesalahan dari mahasiswa itu sendiri, melainkan pada dasarnya juga kesalahan dari dosen yang mengajarkan ilmu Bahasa Indonesia tersebut kepada para mahasiswanya. Hal ini dikarenakan metode pembelajaran bahasa Indonesia yang digunakan pengajar (baca:dosen) kurang efektif atau kurang bagus, sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran tersebut. Misalnya, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah  Dalam metode ceramah mahasiswa hanya  mendengarkan dosen berbicara tanpa melakukan  apa.  Metode seperti ini hanya akan mematikan kreatifitas mahasiswa  dalam proses pembelajaran. Hal ini juga berkaitan dengan pemberian tugas-tugas dari dosen yang kurang berkaitan langsung dengan masyarakat. Misalnya, mahasiswa hanya diberi tugas mencari pengertian-pengertian menurut para ahli dari istilah bahasa Indonesia, seperti linguistik, morfologi, fonem, sintaksis, dan sebagainya.  Selain itu, juga diberi soal contoh kalimat, lalu    dianalisis    kesalahan  penggunaan EYD yang benar. Akan lebih baik jika ditugaskan mencari buku tentang bahasa Indonesia atau surat dinas lalu dicari letak kesalahan penggunaan EYD atau kaidah penulisan dalam surat-menyurat, sehingga mahasiswa betul-betul dekat dengan apa yang dilakukan masyarakat berkaitan dengan bahasa Indonesia dan mahasiswa pun mencoba memperbaiki itu. Selain itu, dapat membuat mahasiswa  lebih memahami dan menguasai materi bahasa Indonesia yang diajarkan. Hal itu perlu, agar apa yang menjadi poin ketiga dari tridharma perguruan tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat dapat terealisasikan dengan baik.

Selain itu,  keadaan dosen juga menjadi perhatian para mahasiswa sekarang  ini,  yakni  kera-jinan dosen dalam mengajar atau kehadiran dosen dalam mengisi perkuliahan. Banyak dosen, khususnya dosen bahasa Indonesia yang jarang mengisi perkuliahan, bahkan nanti pertemuan ke delapan baru dosen itu masuk. Sungguh suatu keadaan yang sangat  memprihatinkan. Entah apa yang menjadi penyebabnya, yang pastinya sudah membuat mahasiswa tidak mendapatkan pengetahuan, sehingga tidak heran jika pengetahuan mahasiswa akan ilmu Bahasa Indonesia masih sangat sedikit meskipun sudah berada di semester 6 atau semester 7.

Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebagai mahasiswa memang  harus berusaha  untuk mandiri dalam menguasai bidang ilmu yang ditekuni, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Salah satunya adalah mencari referensi berupa buku, baik di perpustakaan yang ada di dalam kampus, perpustakaan di luar kampus maupun di toko buku yang ada di daerah itu yang berkaitan dengan ilmu bahasa Indonesia.
Namun, yang menjadi hambatannya adalah  masih kurangnya buku-buku versi terbaru, baik itu buku bahasa Indonesia maupun buku lain yang tidak berhubungan dengan bahasa Indonesia. Apalagi kalau berhubungan dengan ilmu bahasa Indonesia, baik dari sisi pengajarannya, strukturnya, mapun dari segi maknanya yang terus mengalami perkembangan atau perluasan ca-kupan. Misalnya, di Universitas Haluoleo Kendari, baik perpustakaan universitas maupun perpustakaan jurusannya semua masih memiliki buku-buku keluaran lama, tanpa ada usaha dari pihak kampus untuk mengadakan buku-buku baru. Bahkan bukan buku-buku baru yang diperbanyak, tetapi skripsi-skripsi mahasiswa S1 yang semakin bertambah diperpustakaan itu, khususnya perpustakaan FKIP. Di sisi lain, terkadang dosen bila menugaskan mahasiswa  membuat makalah harus menggunakan referensi buku terbitan 5 tahun terakhir, khususnya mahasiswa bahasa Indonesia. Uang mereka pun tidak cukup untuk membeli buku di toko buku karena harganya yang  mahal. Dengan keadaan seperti itu, mahasiswa  seperti terombang-ambing  untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan.

Solusi
Untuk lebih memahami dan lebih menguasai materi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia dan dapat diaplikasikan dengan baik, dibutuhkan kesadaran total dan usaha yang maksimal dari mahasiswa bahasa. Misalnya, selalu mengulang (mempelajari) kembali materi yang diajarkan dosen dan berusaha bersikap mandiri dalam memperoleh pengetahuan, jangan terlalu tergantung pada dosen.

Selain itu, pada diri dosen juga dibutuhkan kesadaran dan usaha yang maksimal untuk bagaimana cara menyalurkan ilmunya dengan metode pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif, sehingga membuat  mahasiswa  lebih memahami dan menguasai materi yang diajarkan, serta dapat mengaplikasikannya dengan baik. selain itu, kehadiran 100 persen dosen dalam mengisi perkuliahan sangat diharapkan.
Peran pemerintah juga dibutuhkan untuk kelancaran pendidikan di negeri ini, khususnya di Sulawesi Tenggara. Misalnya pengadaan buku-buku baru di berbagai perpustakaan yang ada, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

0 komentar:

Posting Komentar