Perpustakaan FKIP Unhalu Masih Tidur

Jumat 17 desember 2010 pukul 10.00 aku memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan FKIP Unhalu yang akan menjadi objek observasiku tentang ketidaklayakan perpusatakaan itu. Dari Sekretariat HMPS PBSID FKIP Unhalu (biasa teman-teman menyebutnya dengan nama “Sekret Ungu”) tempat aku dan teman-temanku berkumpul, aku berjalan menuju perpustakan itu. Tempatnya di depan gedung tempatku hari-hari kuliah. Sinar matahari yang panas dan angin sepoi-sepoi menemani perjalananku ke perpustakaan. Aku berjalan di samping gedung perpustakaan itu, terlihat jendela-jendela perustakaan tersebut berdebu dan kacanya sudah  pecah, bahkan tidak punya kaca lagi. Hal itu menjadi bukti pertama tentang ketidaklayakan perpustakaan ini. Kuterus berjalan melewati belokan dan akhirnya tiba di pintu depan gedung  FKIP. Gedung yang merupakan tempat para birokrasi kampus beserta jajarannya bekerja. Perpustakaan FKIP menjadi bagian gedung FKIP. Perpustakaan itu terletak di sebelah kiri pintu depan gedung FKIP. Banyak orang yang berlalu lalang dalam gedung itu. Sedikit mahasiswa dalam gedung ini, yang banyak adalah para pegawai dengan kesibukan masing-masing. Dari pintu utama, sudah terlihat perpustakaan itu. Ketika memasuki perpusatakaan itu,
saya disambut dengan dua lembar pintu berwarna merah kusam yang tak pernah diganti catnya disertai dengan besi pengunci yang berkarat seakan menggambarkan keadaan perpustakaan ini yang juga berkarat tak terurus. Aku masuk ke perpustakaan. Kulihat sedikit mahasiswa yang berkunjung, apakah mungkin karena hari itu bertepatan dengan hari Jum,at yang sebagian orang menyebutnya dengan “hari pendek” ataukah kerena ketidaklayakan perpustakaan ini sehingga mahasiswa sudah malas mengunjunginya? Entahlah. Kutaruh tasku di tempat penyimpanan barang bersebelahan dengan tas-tas mahasiswa yang lain. Di sebelah penyimpanan barang, kulihat penjaga perpustakaan lagi asyik bercengkerama dengan sesama penjaga perpustakaan lainnya, tidak memperdulikan siapa yang masuk dalam perpustakaan itu. Aku mengambil buku dan pulpen di dalam tasku dan langsung mencari tempat duduk untuk memulai observasiku tentang ketidaklayakan perpustakaan ini. Aku duduk di sebuah kursi dengan bantalannya yang sudah keras dan kayunya yang sudah mulai habis dimakan rayap. Kursi itu tepat berdiri di atas lantai tehel yang sudah pecah. Kurasakan gersang di perpusatakaan ini, kumulai pengamatanku. Dari segi kondisi ruangan, kulihat cat dinding yang kusam dan sebagian berlumut serta sarang-sarang laba yang memenuhi sudut-sudut dinding ruangan ini. Kuluruskan pandanganku dari kursi yang kududuki, kulihat plafon atap yang sudah rusak dan juga kelihatan sarang laba-laba yang menghiasi kerusakan itu. Di bawah plafon itu, ada sebuah WC yang sangat rusak dibandingkan plafon tersebut. Mulai dari pintunya yang rusak dimakan usia, bahkan bagian dalamnya tak mau kulihat karena aroma busuknya yang sangat tajam ketika mendekati WC tersebut. Kemudian aku menoleh ke kanan, kulihat papan ventilasi yang sangat berdebu dan sebagian sudah rusak dimakan rayap. Kemudian aku menolek ke kiri, kulihat rak-rak buku yang kosong tak terisi dengan buku-buku. Aku berpikir apakah mereka tak melihat kekosongan  ini ataukah mereka tak pernah berpikir bahwa rak ini harus terisi buku-buku? Dari segi fisik ruangan perpustakaan ini, dapat kukatakan bahwa Perpustakaan FKIP  adalah museum  tertua di Unhalu. Aku tak tahu mengapa aku berkata seperti itu. Memasukinya seperti berada  ke zaman dulu, biasa orang menyebutnya zaman “tempo doeloe”.
 Aku mulai mengamati mengenai keadaan buku-buku perpustakaan ini. Rak buku di perpustakaan ini mempunyai beberapa tingkatan, sebagian besar semua tingkatan rak terisi dengan buku. Namun, tidak semua buku tidak terawat dengan baik. kulihat buku-buku yang berada di tingkatan terkahir, keadaannya seperti sampah yang terpakai lagi. Sarang laba-laba yang menyelimuti “sampah” itu dan debu yang begiu tebal menambah ke”museum”an dan ketidaklayakan perpustakaan ini. Saya mendekati tempat rak buku itu dan mengambil satu buku yang berada paling bawah. Aku mengambil buku itu, seakan mengambil sebuah kotak harta karun yang sudah beratus-ratus tahun terkubur dalam tanah yang ketika membukanya kita harus meniup debu yang sangat tebal menutupi kotak harta karun tersebut, seperti itulah buku-buku di perpustakaan FKIP. Sejenak aku teringat membaca referensi di internet. Di sana dikatakan bahwa perpustakaan yang layak dan sesuai standar itu harus memiliki sekitar 5 ribu buku. Aku mulai memeriksa berapa banyak buku-buku di perpustakaan ini. Hasilnya, sangat jauh dari layak. Sangat sedikit buku-buku di perpustakaan ini, itu pun tidak semua dipakai karena sebagian besar adalah modul-modul yang sudah tidak dapat dipakai lagi karena sudah tidak relevan dengan pembelajaran sekarang. Bahkan yang banyak dan hampir mendominasi buku-buku dalam perpustakaan ini adalah skripsi-skripsi mahasiswa S1. Kurang lebih skripsi-skripsi ini termuat dalam 8 rak buku. Kulihat beberapa mahasiswa yang baru datang, tapi cuma sebentar setelah melihat buku-buku yang ada di perpustakaan ini. Aku mencoba mengira mungkin mereka kecewa karena tidak mendapatkan informasi yang dicari hanya karena perpustakaan itu tidak lengkap. Kemudian aku mulai berjalan lagi memeriksa buku-buku lain dan aku menemukan sebuah lemari buku yang di dalamnya terdapat buku-buku. Kuperhatikan buku-buku dalam lemari itu bagus dan terlihat cukup baru, namun ada yang menjadikannya aneh yaitu ketika saya mencoba untuk membuka lemari itu dan yang terjadi adalah lemari tidak bisa terbuka alias terkunci. aku mencoba memahamkan diriku sendiri, bukankah perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca untuk dibaca, bukan untuk dipamerkan? Kejadian ini membuatku tersenyum kecut dengan keadaan perpustakaan ini. Aku ingin mengatakan “alangkah lucunya perpustakaan ini”.
Aku kembali duduk di tempatku semula, mencoba menulis apa-apa yang telah kuamati. kemudain aku membaca referensi yang kuambil dari internet tentang kelayakan sebuah perpustakaan. Di referensi itu aku membaca bahwa perpustakaan dituntut menyeimbangi kemajuan teknologi  dalam memenuhi kebutuhan peminatnya, khususnya di kalangan pelajar maupun mahasiswa. Misalnya memasang AC sehingga bisa lebih nyaman membaca buku di perpustakaan tersebut. Selain itu juga, mengadakan perpustakaan digital, yakni dalam bentuk digital melalui web dan koleksi bahan digital yang ditransmisikan secara elektronik. Di situ kita bisa mengakses informasi dan buku melalui internet sehingga memungkinkan aliran data dan informasi dapat diperoleh secara lebih cepat dan mampu menampilkan lebih banyak keragaman koleksi serta dengan tampilan yang menarik. Setelah membaca, aku langsung mengedarkan pandanganku dalam ruangan perpusatakaan. Dalam hati, Aku katakan bahwa hari ini perpustakaan FKIP masih tetap pede dengan keadaannya sekarang, yakni kondisi yang sangat memprihatinkan di zaman yang serba canggih ini. Kondisi perpustakaan ini mengingatkanku pada kisah dalam kaum Islam yang disebut dengan kisah Ashabul Kahfi. Kisah ini tentang 7 orang dan 1 ekor anjing yang beriman dan berusaha mempertahankan tauhid mereka karena kaum mereka yang menyembah berhala sehingga mereka berlindung di sebuah gua. Allah menidurkan mereka selama 309 tahun. Ketika mereka bangun mereka sudah berada pada masa yang pastinya berbeda di zaman mereka karena mereka telah berada di zaman baru. Singkat cerita, mereka masuk di sebuah kota, kondisi yang sangat aneh karena pakaian mereka masih pakaian pada zaman 309 tahun lalu sehingga masyakat di kota itu merasa aneh dengan keadaan mereka, bahkan uang merek pun masih menggunakan uang pada zaman dulu sehingga mereka ketika membeli sesuatu dan membayar uang mereka tidak diterima karena uang mereka adalah uang dulu yang sudah tidak berlaku di zaman itu. Kisah ini sama dengan keadaan perpustakaan FKIP yang sedang “tidur” (bukan ditidurkan).
Setelah itu, aku membaca referensi internetku tentang syarat kelayakan perpustakaan, yaitu:
1.    adanya status kelembagaan yang kuat dari perpustakaan,
2.    struktur organisasi perpustakaan jelas dan berjalan dengan baik,
3.    memiliki ruangan yang memadai sesuai dengan jumlah siswa/mahasiswa, bersih, dan penyinaranya cukup,
4.    memiliki tempat baca yang memadai,
5.    miliki perabot perpustakaan secara memadai,
6.    partisipasi pemakainya (siswa/mahasiswa dan guru/dosen) baik dan aktif,
7.    memiliki ± 5 ribu buku.
8.    koleksi yang dimiliki sesuai atau relevan dengan pembelajaran masa kini.
9.    memiliki tenaga pengelola dengan kompetensi yang memadai,
10.    pengorganisasian koleksinya teratur,
11.    didukung dengan teknologi informasi dan komunkasi
12.    administrasi perpustakaanya tertib yang meliputi administrasi keanggotaan, administrasi inventaris buku   dan perabot, peminjaman, penyusutan, penambahan buku, statistik peminjaman,
13.    memiliki sarana penelusuran informasi yang baik
14.    memiliki peraturan perpustakaan,
15.    memiliki program pengembangan secara jelas dan terarah,
16.    memiliki program keberaksaraan informasi (literasi infomasi)
17.    memiliki program pengembangan minat membaca dikalangan siswa,
18.    memiliki program mitra perpustakaan,
19.    melakukan kegiatan promosi dan pemasyarakatan perpustakaan,
20.    memiliki anggaran perpustakaan secara tetap,
21.    adanya kerjasama dengan perpustakaan lain,
22.    pelayanannya menyenangkan,
Dari syarat-syarat kelayakan itu dan dari pendeskripsian di atas, masih sangat banyak yang belum terpenuhi sehingga dapat dikatakan bahwa perpustakaan FKIP ini masuk dalam kategori tidak layak pakai. Hal ini disebabkan pada kondisi dan jumlah buku, kondisi perpusatakaan atau tempat baca yang memadai serta penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang kurang maksimal. perpustakaan yang lengkap dan baik akan menyediakan segala sumber informasi terpilih yang sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Dalam perpustakaan yang terorganisasi dengan baik, informasi apa pun akan ditemukan secara mudah, cepat, dan tepat karena adanya sistem penyimpan dan penemuan kembali. Berkaitan dengan dana, ketidaklayakan perpusatakan FKIP karena dari pelayanan dan perawatan segala perabot yang ada dalam perpustakaan yang tidak baik dan maksimal. Oleh karena itu, Apakah perpustakaan ini tidak mendapatkan anggaran dana untuk pengembangannya atau perpustakaan ini mendapatkan tapi tidak digunakan secara baik oleh pengelola perpustakaan? Entahlah.
Waktu menunjukkan pukul 11.45. Penjaga perpustakaan memberitahukan bahwa perpustakaan akan segera tutup dan buka kembali pada pukul 13.30. aku segera mengakhiri tulisanku. Mahasiswa-mahasiswa lain ada juga yang segera menyelesaikan aktivitasnya, apalagi laki-laki karena waktu sholat Jum’at akan segera tiba. Namun, ada juga yang masih sibuk menulis. Aku segera mengambil tas dan memasukkan kembali buku dan pulpenku. Setelah itu aku langsung keluar bersama mahasiswa-mahasiswa yang lain menuju musholla yang berdampingan dengan perpustakaan yang baru saja aku kunjungi. Namun sebelum kutinggalkan perpustakaan ini, aku menyimpan harapan bahwa kedepannya perpustakaan FKIP ini menjadi perpustakaan yang 100 persen dapat menyediakan informasi terbaru dari berbagai ilmu dengan dukungan teknologi informasi dan menjadi pusat belajar yang menyenangkan dan nyaman bagi para mahasiswa dan dosen.

0 komentar:

Posting Komentar