Perpustakaan FKIP Unhalu Masih Tidur

Jumat 17 desember 2010 pukul 10.00 aku memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan FKIP Unhalu yang akan menjadi objek observasiku tentang ketidaklayakan perpusatakaan itu. Dari Sekretariat HMPS PBSID FKIP Unhalu (biasa teman-teman menyebutnya dengan nama “Sekret Ungu”) tempat aku dan teman-temanku berkumpul, aku berjalan menuju perpustakan itu. Tempatnya di depan gedung tempatku hari-hari kuliah. Sinar matahari yang panas dan angin sepoi-sepoi menemani perjalananku ke perpustakaan. Aku berjalan di samping gedung perpustakaan itu, terlihat jendela-jendela perustakaan tersebut berdebu dan kacanya sudah  pecah, bahkan tidak punya kaca lagi. Hal itu menjadi bukti pertama tentang ketidaklayakan perpustakaan ini. Kuterus berjalan melewati belokan dan akhirnya tiba di pintu depan gedung  FKIP. Gedung yang merupakan tempat para birokrasi kampus beserta jajarannya bekerja. Perpustakaan FKIP menjadi bagian gedung FKIP. Perpustakaan itu terletak di sebelah kiri pintu depan gedung FKIP. Banyak orang yang berlalu lalang dalam gedung itu. Sedikit mahasiswa dalam gedung ini, yang banyak adalah para pegawai dengan kesibukan masing-masing. Dari pintu utama, sudah terlihat perpustakaan itu. Ketika memasuki perpusatakaan itu,
Banyak perguruan tinggi di berbagai provinsi di Indonesia ini yang membuka cabang ilmu Bahasa Indonesia, misalnya di Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo Kendari Sulawesi Tenggara, dan masih banyak. Di dalam ilmu Bahasa Indonesia itu dipelajari berbagap macam aspek yang ada kaitannya dengan bahasa itu sendiri, seperti mempelajari struktur bahasa Indonesia, baik diri sisi fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik. Selain itu, juga dipelajari berbagai macam kaidah penggunaan bahasa indonesia yang baik dan benar, baik penggunaannya dalam tulisan maupun dalam lisan. Tentunya bagi orang yang masuk menuntut ilmu bahasa Indonesia itu (baca: mahasiswa)  seyogyanya dia memahami dan menguasai ilmu tersebut dan dapat diaplikasikan dalam masyarakat sehingga masyaraakt sadar dan mau    menggunakan bahasa yang baik dan benar tersebut. Akan tetapi, dalam realitasnya berbeda dari yang seyogyanya terjadi. Banyak dari mereka (baca:kita) yang seolah-olah tidak pernah mempelajari ilmu Bahasa Indonesia tersebut, sehingga aplikasinya pun tidak ada.