12 Alasan Ke-bid’ah-an Perayaan Maulid Nabi SAW

Setiap bulan Rabi’ul Awal di setiap tahun hampir seluruh kaum muslimin di dunia ini,  khususnya bagi kaum muslimin yang barada di Indonesia memperingati Maulid Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ini dikarenakan pada bulan  itulah tepatnya tanggal 12 junjungan kita Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dilahirkan menurut pendapat jumhur ulama. Mereka merayakannya antara disebabkan dari rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan keyakinan bahwa dengan merayakannya dapat terkategorikan sebagai amal ibadah yang dapat mendatangkan pahala besar serta sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Akan tetapi, sebenarnya pemahaman mayoritas kaum muslimin yang sudah mengakar tersebut tentang peringatan Maulid Nabi ini adalah salah besar. Dengan perkataan lain, perayaan Maulid Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini merupakan salah satu amalan bid’ah dari sekian banyak amalan bid’ah yang tersebar pada zaman sekarang ini. Mengapa?

 Para ulama terdahulu, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahmatullah dan lain-lain maupun ulama sekarang telah menjelaskan kebatilan bid’ah ini. Mereka juga telah membantah orang yang menciptakan bid’ah tersebut dan orang-orang yang mengamalkannya. Peringatan hari kelahiran tidak boleh dilakukan karena alasan-alasan berikut.

Pertama, peringatan hari kelahiran termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agam yang tidak diturunkan dalilnya oleh Allah Swt. Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga tidak menetapkan pensyariataannya, baik melalui sabda, perbuatan, maupun persetujuan (taqrir) beliau, padahal beliau adalah teladan dan pemimpin kita (lihat QS. Al-Hasyr: 7 dan QS. Al’Ahzab: 21). Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda [artinya], “Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak.” (Muttafaq’alaih)

Kedua, khulafaurasyidin dan para sahabat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah mengadakan merayakan peringatan tersebut, padahal mereka adalah sebaik-baik umat setelah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Bahkan, Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun bersabda mengenai khulafaurrasyidin ini [artinya], “Hendaknya kamu sekalian senantiasa berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafurrasyidin sepeninggalku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham kalian, dan hindarilah olehmu semua perkara-perkara baru yang diadakan-adakan (dalam agama) karena setiap perkara baru (dalam agama) itu bid’ah dan setia bid’ah itu sesat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

Ketiga, peringatan hari kelahiran merupakan tradisi orang-orang yang menyimpang dan orang-orang sesat. Orang yang mula-mula mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah orang-orang dari dinasti Fatimiyah dan orang ‘Ubaidiyyun pada empat hijriah. Mereka menisbatkan diri kepada Fatimiah radiyallahu’anha secara zhalim, dusta, dan sewenang-wenang. Sebenarnya, mereka itu adalah orang-orang dari kalangan yahudi. Ada yang berpendapat bahwa mereka berasal dari kalangan orang-orang atheis. (lihat Al-Ibda’ fi Mudharril-Ibtida’ karya Syaikh ‘Ali Mahfuzh)

Orang yang pertama kali mengadakan acara peringatan kelahiran Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ini adalah  Mu’izz Lidnillah al-“Ubaidi al-Maghribi. Dia meninggalkan Maroko menuju Mesir pada bulan Syawal tahun 361 H dan tiba di Mesir pada bulan Ramadhan tahun 362 H (Lihat Al-Bidayah wan-Nihayah karya Ibnu Katsir). Apakah seorang muslim yang berakal sehat mau taklid kepada golongan Rafidhah, mengikuti tradisi mereka dan meninggalkan petunjuk Nabi-nya, Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam?

Keempat, Allah ‘Azza wa jalla telah menyempurnakan agama ini. Dia Swt. Berfirman [artinya], “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Aku telah ridha Islam Menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Di samping itu, Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah menyampaikan syariat in dengan jelas dan terang. Beliau tidak meninggalkan satu jalan pun yang dapat mengantarkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah beliau jelaskan kepada umatnya. Sebagaimana telah diketahui bahwa Nabi kita Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam adalah  nabi paling utama, nabi terakhir, dan nabi yang paling sempurna dalam menyampaikan tugas tabligh dan nasehat kepada hamba-hamba Allah. Seandainya peringatan hari kelahiran beliau termasuk bagian dari ajaran agama yang diridhai Allah ‘Azza wa jalla, beliau pasti telah menjelaskannya kepada umatnya atau beliau pasti melakukan ketika hidup beliau. Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda [artinya], “Allah tidak mengutus seorng nabi pun kecuali ia wajib menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui kepada mereka dan memperingatkan mereka dari kejahatan yang ia ketahui kepada mereka.” (HR. Muslim)

Kelima, mengada-adakan peringatan maulid Nabi yang bid’ah ini sama artinya menganggap Allah Ta’ala belum menyempurnakan agama Islam untuk umat ini, sehingga masih ada perlu penetapan syariat untuk menyempurnakannya. Dari sini juga dapat dipahami bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam belum menyampaikan kewajibannya kepada umat hingga datanglah orangorang ahli bid’ah di belakangan yang menciptakan sesuatu yang baru dalam syariat Allah yang tidak diizinkan oleh Allah Swt. Mereka berbuat seperti itu dengan anggapan bahwa perbuatan tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perbuatan ini jelas mengandung bahaya yang besar dan merupakan bentuk penentangan terhadap Allah ‘Azza wa jalla dan Rasul Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Padahal, Allah ‘Azza wa jalla telah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya untuk hamba-hamba-Nya.

Keenam, para ulama ahli tahqiq (peneliti) secara tegas menyatakan pengingkaran merka terhadap berbagai peringatan hari ulang tahun dan memperingatkan agar menjauhinya. Sikap mereka itu sebagai bentuk pengamalan nash-nash al-Qur’an dan As-Sunnah yang melarang perbuatan-perbuatan bid’ah dalam urusan agama dan memerintahkan ittiba’ kepada Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta melarang menyelisihi beliau dalam hal perkataan, perbuatan, dan amal perbuatan beliau.

Ketujuh, merayakan peringatan maulid Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bukan merupakan perwujudan kecintaan kepada Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Kecintaan kepada beliau hanya akan terwujud dengan cara mengikuti beliau mengamalkan Sunnah beliau dan menaati beliau. Allah ‘Azza wa jalla berfirman, “Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosamu-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imran: 31)

Kedelapan, merayakan peringatan maulid Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan menjadikan hari kelahiran beliau sebagai hari raya merupakan penyerupaan orang-orang yahudi dan nasrani dalam merayakan hari-hari raya mereka. Padahal, kita dilarang dan menyerupai dan meniru mereka.

Kesembilan, orang yang berakal sehat tidak akan terpedaya oleh banyaknya orang yang merayakan maulid Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam di seluruh dunia. Sesungguhnya kebenaran itu tidak diukur dengan banyaknya orang yang melakukannya. Akan tetapi, kebenaran itu hanya diukur dengan dalil-dalil syar’i. Allah Swt. (Lihat QS. Al-An’am: 116,  QS. Yusuf: 103, dan QS. Saba’: 13)

Kesepuluh, menurut kaidah syariat, semua perkara yang diperselisihkan harus dikembalikan kepada kitab Allah Ta’ala dan Sunnah Rasul-Nya Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah ‘Azza wa jalla [artinya], “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah d taaatilah Rasul (Nya) dan Ulil Amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dari hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)

Lihat juga QS. Asy-Syura: 10. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengembalikan urusan peringatan maulid kepada Allah dan Rasul-Nya akan mendapati bahwa Allah memerintah untuk mengikut Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. [artinya], “Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah, dan apa saja yang dilarangnya darimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr:7)

Allah juga menjelaskan bahwa Dia telah menyempurnakan agama dan mencukupkan nikmat bagi orang-orang yang beriman. Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga tidak pernah memerintah umatnya untuk mengadakan acara peringatan maulid. Beliau sendiri tidak pernah melaksanakannya. Beegitu pula sahabat-sahabat beliau, mereka tidak pernah mengadakan acara peringatan tersebut.

Kesebelas, seorang muslim disyariatkan untuk melakukan puasa pada hari Senin apabila mau. Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah ditanya tentang puasa hari Senin, kemudian beliau bersabda [artinya], “Hari itu adalah hari aku dilahirkan dan hari aku diutus oleh Allah (menjadi nabi dan rasul) atau hari aku diberi wahyu.” (HR. Muslim)

Jadi, yang disyariatkan adalah mencontoh Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dengan cara mengerjakan puasa pada hari Senin, bukan dengan mengadakan acara peringatan maulid beliau.

Kedua belas, peringatan maulid Nabi pada umumnya tidak terlepas dari berbagai bentuk kemungkaran dan kerusakan. Orang yang menyaksikan acara peringatan maulid tersebut pasti dapat melihatnya. Di antaranya kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah sebgai berikut.
  1. Sebagian besar qasidah dan pujian yang mereka dendangkan tidak terlepas dari kata-kata yang mengandung kesyirikan, sikap berlebihan (ghuluw), dan pengkultusan yang dilarang oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Beliau bersabda [artinya], “Janganlah kamu sekalian mengkultuskan diriku seperti halnya orang-orang nasrani mengkultuskan putra Maryam (’Isa). Sesungguhnya aku hanyalah hamba Allah. Oleh karena itu, panggilah aku hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
  2.  Pada umumnya dalam acara peringatan maulid tersebut disertai dengan perbuatan-perbuatan haram  yang lain. Misalnya, percampuran antara laki-laki dan perempuan, melantunkan nyanyian-nyanyian yang diiringi alat musik, dan minum-minuman yang memabukkan dan narkotika. Bahkan, kadang-kadang sampai melakukan perbuatan-perbuatan syirik akbar, seperti meminta tolong (istighatsah) kepada Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam atau kepada para wali, dan menghina kitab Allah ‘Azza wa jalla dengan cara merokok dalam majelis al-Qur’an. Acara peringatan tersebut biasanya disertai dengan sikap berlebihan dan pemborosan harta. Juga mengadakan kegiatan-kegiatan dzikir yang menyimpang, yaitu dzikir yang dilakukan dengan suara yang keras  sambil bertepuk tangan sekuat-kuatnya yang dilakukan oleh pemimpin majelis dzikir. Dzikir-dzikir tersebut diadakan di masjid-masjid pada hari-hari peringatan maulid tersebut. Semua ini tidak dituntunkan oleh syariat menurut kesepakatan (ijma’) para ulama ahlulhaq. (lihat Al-Ibda’ fi Mudharril-Ibtida’ karya Syaikh ‘Ali Mahfuzh)
  3. Terjadinya perbuatan-perbuatan jelek pada acara peringatan maulid Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ketika hari kelahiran beliau tersebut, sebagian dari mereka sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada beliau. Mereka melakukan hal seperti itu karena mereka meyakini bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam hadir di majelis peringatan maulid itu. Oleh karena itulah mereka berdiri untuk menghormat dan menyambut beliau. Keyakinan seperti  ini jelas termasuk bentuk kebatilan paling besar dan kebodohan paling jelek. Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak akan keluar dari kubur sebelum hari kiamat. Beliau juga tidak akan berkomunikasi dengan seorang pun dan tidak pula menghadiri pertemuan mereka. Akan tetapi, beliau tetap berada di dalam kubur hingga hari Kiamat, tetapi ruh beliau berada di ‘Illiyyin yang tinggi di sisi Rabb beliau di tempat yang penuh kemuliaan (Lihat At-Tahdzir minal-Bida’ karya Samahah ‘Allamah Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz, hlm.13).  Hal yang demikian itu sebagaimana yang ditegaskan Allah’Azza wa jalla [artinya], “Kemudian seseudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari kiamat.” (QS. Al Mukminin: 15-16). Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga bersabda [artinya], “Aku adalah pemimpin anak turun Adam pada hari Kiamat nanti, orang pertama yang kali dibangkitkan dari kubur, orang yang pertama kali memberi syafaat, dan orang yang pertama kali yang diizinkan memberi syafaat.” (HR. Muslim)
Ayat dan hadits di atas yang mulia serta ayat-ayat  dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan orang-orang mati lainnya baru akan keluar dari kubur mereka pada hari Kiamat nanti. Samahah ‘Allamah Imam ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz berkata, “Ini merupakan perkara yang tidak disepakati di kalangan kaum muslimin yang tidak dperselisihkan di antara mereka.”

Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa perayaan maulid Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam merupakan amalan bid’ah yang tidak pernah diperintahkan oleh Allah Swt dan dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Semoga kita di beri hidayah oleh Allah Swt dan diampuni segala dosa-dosa kita. Amin
Wallahu a’lam

Sumber: Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qathani. 2010. Awas....! Bahaya Bid’ah. Diterjemahkan oleh Abu Barzani. Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif.


Semoga Bermanfaat!

0 komentar:

Posting Komentar